Best Practice

Dedi Rahmat Hidayat
197011302000031004
SMPN 2 Cigudeg

*Menghidupkan Kembali Literasi*

        Literasi merupakan satu hal penting dalam pendidikan, membaca dan menulis merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, membaca merupakan kemampuan yang mutlak dimiliki oleh seseorang dalam kehidupannya, tanpa bisa membaca seseorang akan tersesat jauh tak tentu rimbanya dan hanya mengandalkan insting atau naluri seperti hewan ataupun manusia purba yg belum mengenal tulisan. Membaca dijadikan satu keharusan dan keterampilan yang harus dikuasai dengan baik dan benar sehingga membaca akan memberikan manfaat dalam mendapatkan pengetahuan dan memperluas wawasan.

Dalam literasi juga dikembangkan kemampuan menulis, kemampuan menulis harus dikembangkan dan dijadikan keharusan seseorang, karena tanpa menulis kita tidak akan punya catatan ataupun dokumentasi dari berbagai hal yg telah kita rencanakan, lakukan dan juga sebagai tempat untuk mencurahkan segala hasil pemikiran sehingga dapat dibaca kembali dan bisa berguna untuk orang lain yang membutuhkannya, kemampuan menulis ini dapat dipelajari serta dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi agar dalam menuliskan sesuatu kita tidak menyimpang dan menyalahi kaidah serta peraturan yang berlaku.

Dari beberapa penelitian Indonesia menempati urutan rendah dalam tes PISA, tes yg digunakan untuk mengukur kemampuan literasi dan aplikasinya oleh perwakilan suatu negara dan sangat mengejutkan Indonesia sangat rendah kemampuannya, hanya beberapa tingkat dari peserta urutan terakhir, hal ini yang membuat Indonesia yang dulu pernah menjadi rujukan tempat belajar dari negara Asia sekarang malah berbalik mengirimkan mahasiswanya ke negara lain, mengapa ini terjadi? mungkin banyak hal yang menyebabkannya.

Hal yang paling sederhana yang bisa menjadi barometer literasi Indonesia adalah pertanyaan kepada diri sendiri yaitu berapa buku yang kita baca selama setahun? Jika ada yang bisa menjawab lebih dari 20 buku artinya kita harus melihat penyebab membaca buku apakah sebagai kebutuhan, kesenangan atau kewajiban. Tingkat membaca tertinggi biasanya ada pada masa sekolah, siswa diharuskan membaca buku pelajaran, demikian pula sampai tingkat perguruan tinggi. Namun bila kita bertanya buku di luar teks pelajaran atau kuliah pasti akan sedidit buku yang dibaca, bahkan lebih parahnya tidak ada buku yang dibaca selama setahun terakhir! Perpustakaan selalu sepi dari pengunjung padahal buku di perpustakaan begitu banyak dan menarik, ada kalanya perpustakaan hanya jadi tempat penyimpanan atau gudang buku, demikian yang banyak terjadi di pelosok negeri ini.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan GLS (Gerakan Literasi Sekolah) gerakan ini sudah berjalan sejak tahun 2015, demikian juga di masyarakat telah banyak berkembang Taman Baca Masyarakat yg dikembangkan dan diberdayakan oleh pemerhati literasi, juga di tingkat provinsi Jawa Barat yang telah meluncurkan WJLRC (West  Java Leader Reading Challange) tantangan membaca dari gubernur Jawa Barat yang saat ini gubernurnya adalah Dr. H. Ahmad Heryawan, Lc., M.Si, beliau menggulirkan WJLRC yg merupakan lanjutan kerjasama dengan walikota Adelaide Australia dalam menumbuhkan dan menjadikan literasi sebagai pembiasaan untuk membangkitkan kembali Indonesia sebagai pusat pendidikan di Asia, kegiatan ini adalah dengan memberikan tantangan serta penghargaan kepada siswa SD dan SMP yg mampu menyelesaikan membaca minimal 24 buku non pelajaran dengan tebal halaman tertentu selama 10 bulan dengan 2 buku berbahasa sunda serta mengupload hasil review yang dibuat ke web literasi jawa barat yang beralamat di literasijabarprov.go.id. Kegiatan WJLRC ini mulai berjalan sejak tahun 2015 dan program yang sekarang masih berjalan dan akan ditutup pada bulan Juni 2017 pada Jambore Literasi yang akan dilaksanakan di Bandung. Siswa, guru dan sekolah yang berhasil memenuhi tantangan gubernur akan mendapatkan penghargaan di acara tersebut.

Kegiatan GLS sendiri telah berjalan di banyak sekolah, gerakan membaca buku non pelajaran atau pelajaran selama 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai setiap hari, serta readathon yaitu membaca serentak secara bersama-sama seluruh warga sekolah selama 42-45 menit, mengacu pada lari marathon 42,195 km. Juga kegiatan membuat review buku, presentasi dan diskusi, membuat karya siswa dan guru dalam literasi, kegiatan ini banyak mendapat respon positif, namun banyak juga yang mendapat respon kurang dukungan dari warga sekolah sehingga kegiatan tersebut belum menjadi kebiasaan yang mendarah daging bagi warga sekolah, sangat disayangkan bila sekolah tidak mendukung program ini.

Pelaksanaan GLS-WJLRC dapat dilakukan di semua sekolah dan semua tingkatan, yang terpenting adalah pelaksanaan dan konsistensinya sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai rencana, dalam pelaksanaan yang terbaik kita memerlukan perencanaan yang baik dan terarah sehingga kegiatan berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Kerja sama dengan instansi terkait juga sangat diperlukan serta pembinaan dari para pejabat berwenang akan lebih meningkatkan hasil dari kegiatan ini, namun disayangkan bila kegiatan ini hanya dijadikan euphoria sesaat diwaktu peluncurannya dan mulai meredup dipertengahan bahkan pudar pada saat akhir, peran guru pembimbing sangat diperlukan untuk tetap menjadi pembakar semangat para siswa dalam membaca, awal yang terbaik seharusnya para guru pembimbing ini yang lebih banyak membaca dan menulis, banyak guru yang ternyata terlalu sibuk sehingga untuk membaca saja sudah tidak punya waktu, apalagi bila sudah ditagih dengan menulis akan lebih sedikit hasil karya guru yang dapat ditampilkan, pelatihan, workshop menulis telah sering diikuti para guru namun yg dikejar ternyata bukan penulisannya melainkan sertifikatnya saja, apalah arti selembar sertifikat dengan kemampuan yang harusnya terasah dan dapat ditampilkan, banyak narasumber pelatihan menulis merasa bahwa dalam satu kegiatan pelatihan menulis yang diikuti 100 orang guru akan menghasilkan sedikit sekali guru yang mampu mengembangkan kemampuan menulisnya, malah kadang kala dalam sekali kegiatan tidak ada seorangpun yang dapat membuat karya sesuai dengan tujuan kegiatannya, sangat disayangkan bila ilmu yang seharusnya dapat ditransfer kepada siswa menjadi sia-sia.

Pelaksanaan menggiatkan gerakan literasi sekolah yang telah saya laksanakan berupa kegiatan membaca dan menulis yang dimulai dari diri sendiri, mulai drngan membaca buku-buku non fiksi maupun buku yang berkaitan dengan pendidikan seperti pembuatan PTK, metodologi pengajaran dan buku-buku tentang pembuatan artikel, cerita dan lain sebagainya, target buku yang harus diselesaikan adalah 2 buku dalam satu bulan, kemudian mulai mengajak teman-teman untuk membaca dan membuat review buku serta memanfaatkan isinya. Untuk siswa diberdayakan dengan menggerakkan membaca 15 menit sebelum pelajaran pertama, mengajak dan mengajarkan pembuatan review buku, presentasi dan diskusi sehingga siswa dapat manfaat dari buku yang dibacanya. Saya melaporkan kegiatan tersebut ke kepala sekolah secara berkala sebulan sekali dan juga melaporkan atau menguploud hasil review siswa, demikian yang telah saya alaksanakan dalam tujuh bulan sejak awal dilalsanakan WJLRC di sekolah saya.

Untuk menyikapi hal tersebut marilah kita para guru mulai memperbaiki diri, mulai dari diri sendiri dengan mulai membaca buku, bacalah buku-buku yang bermanfaat, mulqilai menulis review buku yang telah dibaca, mulailah membuat artikel sederhana, mulailah membuat best practice, mulailah berbagi dengan rekan guru, ikuti diskusi jangan hanya sebagai pendengar tapi menjadi yang aktif dalam tiap kegiatan, jangan jadikan literasi kita terus lumpuh dan menjadi layu, banyak hal yang bisa kita lakukan, mulailah berkarya dan terus berkarya menjadikan literasi Indonesia kembali berjaya.

#best_practice
Aki-Maret 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KEGIATAN UJIAN PRAKTEK PENJASORKES

RPP BERDIFERENSIASI PJOK SMP